DEPRESI
1.
Definisi
Depresi
adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi
seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka
hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan
Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas
rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan
pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.
Penyebab
suatu kondisi depresi meliputi:
§
Faktor
organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama
serotonin
§
Faktor
psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap
suatu situasi social
§
Faktor
sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan
pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut
Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American
Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A.
Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan
merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala
harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati
sesuatu.
1. Keadaan emosi depresi/tertekan
sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh
laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain
(misal: terlihat seperti ingin menangis).
2. Kehilangan minat atau rasa nikmat
terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu
hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang
lain)
3. Hilangnya berat badan yang
signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara
signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya
dalam satu bulan)
4. Insomnia atau hipersomnia hampir
setiap hari
5. Kegelisahan atau kelambatan
psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya
perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6. Perasaan lelah atau kehilangan
kekuatan hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau
perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi)
hampir setiap hari
8. Berkurangnya kemampuan untuk
berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari
(ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9. Berulang-kali muncul pikiran akan
kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh
diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik
untuk mengakhiri nyawa sendiri
Gejala-gejala
tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan
sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area
penting dalam kehidupan seseorang.
Cara
menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien, namun biasanya
merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan
dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam
penyembuhan.
2.
Jenis-Jenis Depresi
Jenis-jenis
depresi dapat digolongkan kedalam beberapa jenis. Jenis depresi
diklasifikasikan berdasarkan penyebab depresi. Penggolongan atau klasifikasi
depresi hingga saat ini diakui masih sukar diterima kalangan psikiater. Depresi
dikenal sebagai sindroma yang secara klinik heterogen, dalam arti tidak
terdapat satu cara kasifikasi untuk penggolongan depresi yang diterima secara
universal.
Menurut
Lumongga (2009) ada beberapa jenis-jenis depresi, seperti yang akan di jelaskan
di bawah ini.
A.
Depresi Berdasarkan Tingkat
Penyakit:
Menurut klasifikasi organisasi
kesehatan dunia “World Health Organization” (WHO) (dalam Lumongga, 2009),
berdasarkan tingkat penyakitnya, depresi menjadi:
1. Mild depression/minor depression
dan dysthymic disorder. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi
dan penyakit datang setelah kejadian stressfull yang spesifik. Individu akan
merasa cemas dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya
dibutuhkan untuk mengurangi depersi jenis ini. Minor depression ditandai dengan
adanya dua gejala pada depressive episode namun tidak lebih dari lima gejala
depresi muncul selama dua minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena
pengaruh obatan-obatan atau penyakit. Bentuk depresi yang kurang parah disebut
distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan Minor Depression
ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja
optimal. Gejala depresi ringan ada gangguan distimia dirasakan minimal dalam
jangka waktu dua tahun.
2. Moderate Depression. Pada depresi
sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik
juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup
dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.
3. Severe depression/major
depression. Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah.
Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan,
dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis
secepat mungkin. Deperesi ini dapat muncul sekali atau dua kali dan beberapa
kali selama hdup. Major depression ditandai dengan adanya lima atau lebih
simtom yang ditunjukan dalam major depressive episode dan berlangsung selama 2
minggu berturut-turut.
B.
Depresi Berdasarkan Klasifikasi
Nosologi:
Kasifiasi nosologi dari keadaan
depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh
World Health Organization (WHO). Menentukan suatu kasus depresi pada kategori
nosologi yang tepat merupakan hal yang penting. Untuk mencapai hal itu
diperlukan penilaian yang menyeluruh dari semua fakta yang diperoleh dari
eksplorasi keadaan psikologisnya. Dan tidak kurang pentingnya adalah yang
disebut miieu situation seperti hubungan penderita dengan lingkungan di mana
dia tinggal dan ekerja (Lumongga, 2009).
Jenis-jenis
depresi menurut World Health Organization (WHO) (dalam Lumongga, 2009),
berdasarkan tingkat penyakitnya, dibagi menjadi depresi psikogenik, depresi
endogenik dan depresi somatogenik.
C.
Jenis-jenis depresi menurut WHO
berdasarkan tingkat penyakit adalah di bawah ini:
§
Depresi Psikogenik
Depresi psikogenik terjadi karena
pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat adanya kejadian yang
dapat membuat seseorang sedih atau stress berat.
Berdasarkan
pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi:
1.
Depresi
reaktif. Merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan mood depresi yang
ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agtasi. Dan yang
ditimbukan sebagai reaksi dari suatu pengalaman hidup yang menyedihkan.
Dibandingan dengan kesedihan biasa, depresi ini lebih mendalam berlangsung lama
tetapi jarang melampaui beberapa minggu.
2.
Exhaustion
depression. Merupakan depresi yang ditimbulkan setelah bertahun-bertahun masa
laten, akibat tekanan perasaan yang berlarutlarut, goncangan jiwa yang berturut
atau pengalaman berulang yang menyakitkan.
3.
Depresi
neurotic. Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak
(seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua anak
yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa
penderita. Proses represi baik yang sebagian maupun yang seluruhnya dari
konfik-konflik tadi merupakan sumber kesulitan yang menetap dan potensial bagi
timbulnya depresi di kemudian hari. Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak
adanya gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering mimpi buruk,
dan enuresis. Juga gejala jasmaniah seperti banyak berkeringat, gemetar,
berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan spasm
§
Depresi Endogenik
Depresi
ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau
fisik tertentu, tetap bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis,
kebanyakan depresi endogen berupa suatu depresi unipolar.
§
Depresi Somatogenik
Pada
depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya
depresi, terbagi dalam beberapa tipe:
1.
Depresi
organic. Disebabkan oleh perubahan perubahan morfologi dari otak seperti
arteriosklerosis serebri, demensia senelis, tumor otak, defisiensi mental, dan
lain-lain. Gejala-gejalanya dapat berupa kekosongan emosional disertai ide-ide
hipokondrik. Biasanya disertai dengan suatu psychosyndrome akibat kelainan lokal
atau difusi di otak dengan gejala kerusakan short term memory, disorientasi
waktu, tempat, dan situasi disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu.
2.
Depresi
simptomatik. Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit jasmaniah
seperti Penyakit infeksi (hepatitis, influenza, pneumonia), Penyakit endokrin
(diabetes mellitus, hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan, Pengobatan jangka
panjang dengan obat-obatan antihipertensi, Pada fase penghentian kecanduan
narkotika, alkohol dan obat penenang.
3.
Penyebab Depresi
Banyak
faktor penyebab depresi yang bisa di jelaskan secara ilmiah. Tetapi,
faktor-faktor penyebab depresi tersebut biasanya tidak langsung menyebabkan
gangguan terhadap penderitanya, tetapi faktor penyebab tersebut menjadi bahaya
laten, yang akan muncul dikemudian hari jika terjadi sesuatu yang bisa menjadi
faktor pemicunya.
Gangguan
depresi pada umumnya dicetuskan oleh peristiwa hidup tertentu. Kenyataannya
peristiwa hidup tersebut tidak selalu diikuti depresi, hal ini mungkin
disebabkan karena ada faktor-faktor lain yang ikut berperan mengubah atau
mempengaruhi hubungan tersebut (Lumongga, 2009).
Secara
garis besar, faktor-faktor penyebab depresi dibagi menjadi faktor fisik dan
faktor psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci faktor-faktor
penyebab depresi tersebut.
A.
FAKTOR FISIK
Faktor
fisik penyebab depresi terdiri dari:
§
Faktor
Genetik
Seseorang
yang dalam kelurganya diketahui menderita depresi berat memiliki risiko lebih
besar menderita gangguan depresi daripada masyarakat pada umumnya. Gen (kode
biologis yang diwariskan dari orang tua) berpengaruh dalam terjadinya depresi
tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorangpun peneliti
yang mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja dan tidak ada bukti langsung
bahwa penyakit depresi yang disebabkan oleh faktor keturunan (McKenzie, 1999).
Pengaruh
gen lebih penting pada depresi berat daripada depersi ringan dan lebih penting
pada indvidu muda yang menderita depresi daripada individu yang lebih tua. Gen
lebih berpengaruh pada orang-orang yang punya periode di mana mood mereka
tinggi dan mood rendah atau gangguan bipolar. Tidak semua orang biasa terkena
depresi, bahkan ada depresi dalam keluarga, biasanya diperlukan suatu kejadian
hidup yang memicu terjadinya depresi (Kendler, 1992).
§
Susunan
Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa
bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang besar dalam
mengendalikan emosi kita. Pada orang depresi ditemukan adanya perubahan dalam
jumlah bahan kimia tersebut. Hormon noradrenalin yang memegang peranan utama
dalam mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya berkurang pada mereka
yang mengalami depresi. Pada wanita, perubahan hormone dihubungkan dengan
kelahiran anak dan menopause juga data meningkatkan risiko terjadinya depresi
(McKenzie, 1999).
§
Faktor
Usia
Berbagai
penelitan mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa
lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut
terdapat tahaptahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari
masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah
atau bekerja, serta masa pubertas ke masa pernikahan. Namun sekarang ini usia
rata-rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukan bahwa remaja dan
anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survey masyarakat terakhir
melaporkan prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depersi pada golongan usia
dengan dewasa muda 18-44 tahun (Wikinson, 1995).
§
Gender
Adanya
perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan
dan kelahiran dan juga menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi
depresi. Penelitan Angold (1998) menunjukan bahwa periode meningkatkan risiko
deresi pada wanita terjadi ketika masa pertengahan pubertas. Data yang dihimpun
oleh World Bank menyebutkan prevalensi terjadinya depresi sekitar 30% terjadi
pada wanita dan 12,6% dialami oleh pria (Desjarlis, 1995).
Radloff
dan Rae (1979) berpendapat bahwa adanya perbedaan tingkat depresi pada pria dan
wanita lebih ditentukan oleh factor biologis dan lingkungan, yaitu adanya
perubahan peran sosial sehingga menimbulkan berbagai konflik serta membutuhkan
penyesuaian diri yang lebih intens, adanya kondisi yang penuh stressor bagi
kaum wanita, misalnya penghasilan dan tingkat pendidikan yang rendah
dibandingkan pria, serta adanya perbedaan fisiolog dan hormonal disbanding
pria, seperti masalah reproduksi serta berbagai perubahan hormone yang dialami
wanita sesuai kodratnya. Lebih jauh lagi jumlah wanita tercatat mengalami
depersi biasa juga disebabkan oleh pola komunikasinya.
Menurut
Pease dan Pease (2001), pola komunikasi wanita berbeda dengan pria. Jika
seorang wanita mendapatkan masalah, maka wanita tersebut ingin
mengkomunikasikannya dengan orang lain dan memerlukan dukungan atau bantuan
orang lain, sedangkan pria cenderung untuk memikirkan masalahnya, pria juga
jarang menunjukan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan sedang pada pria
jarang diketahui
§
Gaya
Hidup
Banyak
kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit
jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stress dan
kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta
olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang
mengalami depresi (lumongga, 2009). Penelitian menunjukan bahwa kecemasan dan
depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien berisiko
jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak
teratur, mengkonsumsi jenis makanan fast food atau makanan yang mengandung
perasa, pengawet dan perwarna buatan, kurang berolahraga, merokok dan
minum-minuman keras (Hendranata, 2004).
§
Penyakit
fisik
Penyakit
fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena mengetahui kita
memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan
penghargaan diri juga depresi, alasan terjadinya cukup kompleks (Ebrahim,
1987).
§
Obat-obatan
Beberapa
obat-obatan untuk pengobatan dapat menyebabkan depersi. Namun bukan berarti
obat tersebut menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih
berbahaya daripada depresi.
Menurut
McKenzie (1999) ada beberapa obat yang menyebabkan depresi yaitu:
1. Tablet antieplipsy
2. Obat anti tekanan darah tinggi
3. Obat antimalaria-melfloquine
(lariam)
4. Obat antiparkinson
5. Obat kemotrapi
6. Pil kontrasepsi
7. Digitalis
8. Diuretic (jantung dan tekanan
darah tinggi)
9. Interferon-alfa (hepatitis c)
10. Obat penenang
11. Terapi steroid
§
Obat-obatan
terlarang
Obat-obatan
terlarang telah terbukti dapat menyebabkan depresi karena mempengaruhi kimia
dalam otak dan menimbukan ketergantungan. Menurut Brees (2008) di antara
obatobatan terlarang yang menyebabkan depresi seperti mariyuana, heroin,
kokain, ekstasi, sabu-sabu.
§
Kurang
Cahaya Matahari
Kebanyakan
orang merasa lebih baik di bawah sinar matahari daripada hari mendung, tetapi
hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik saja ketika
musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut
menderita seasonal affective disorder (SAD). SAD berhubungan dengan tingkat
hormon yang disebut melatonin yang dilepaskan dari kelenjar pineal ke otak.
Pelepasannya sensitifnya terhadap cahaya yaitu memberikan cahaya sebesar 10.000
luc kadang-kadang efektif menghilangkan simtom dari seasonal affective
disorder, empat jam terkena cahaya terang dalam sehari dapat mengurangi seresi
dalam waktu seminggu (Ebrahim, 1987).
B.
FAKTOR PSIKOLOGIS
Ada
beberapa faktor psikologis penyebab depresi yaitu:
§
Kepribadian
Aspek-aspek
kepribadian ikut mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta
kerentanan terhadap depresi. Ada indvidu-individu yang lebih rentan terhadap
depresi yaitu mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis,
juga tipe kepribadian introvert (Retnowati, 1990). Tampaknya ada hubungan
antara karakteristik kepribadian tertentu dengan depresi.
Menurut
Gordon (dalam Lumongga, 2009), seseorang yang menunjukan hal-hal berikut
memiliki risiko terkena depresi:
1. Mengalami kecemasan tingkat
tinggi, seorang pencemas atau mudah terpengaruh
2. Seorang pemalu atau minder
3. Seseorang yang suka mengkritik
diri sendiri atau memiliki harga diri yang rendah
4. Seseorang yang hipersensitif
5. Seseorang yang perfeksionis
6. Seseorang dengan gaya memusatkan
perhatian pada diri sendiri (self-focused).
§
Pola
Pikir
Beck
(1980) mengatakan gambaran pola pemikiran yang umum pada depresi dan dipercaya
membuat seseorang rentan terkena depresi. Seseorang yang merasa negatif
mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.
§
Harga
Diri (self-esteem)
Harga
diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu.
Setiap orang menginginkan penghargaan diri positif terhadap dirinya, sehingga
seseorang akan merasa dirinya berguna atau berarti bagi orang lain meskipun
dirinya memiliki kelemahan mental dan fisik. Terpenuhinya keperluan penghargaan
diri aan menghasikan sikap dan rasa percaya diri, rasa kuat menghadapi sakit,
rasa damai, namun sebaiknya apabila keperluan penghargaan diri ini tidak
terpenuhi, maka akan membuat seseorang individu mempunyai mentalmental lemah
dan berpikir negatif sehingga cenderung terkena depresi (Maslow dalam Petri,
2004).
§
Stres
Kematian
orang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah, atau stress berat yang lain
dianggap dapat menyebabkan depresi (lumongga, 2009). Orang yang depresi dapat
merasa sangat negative dan cenderung mengingat dan melaporkan halhal negativ
begitu pula dampak suatu peristiwa terhadap seseorang sulit diramalkan,
beberapa orang lebih mampu menanggulangi stress daripada yang lain dan apa yang
membuat stress seseorang belum tentu menganggu yang lain (Mckenzie, 1999).
§
Lingkungan
Keluarga
Ada
beberapa penyebabnya yaitu:
1. Kehilangan orang tua ketika masih
anak-anak. Ada bukti bahwa indivdu yang kehilangan ibu mereka ketika muda
memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Kehilangan yang besar ini akan
membekas secara psikologis dan membuat seseorang lebih mudah terserang depresi
tetapi, di satu sisi, mungkn saja membuat orang lebih tabah. Akibat psikologis,
sosial, dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang lebih
penting daripada kehilangan itu sendiri (Lumongga, 2009).
2. Jenis Pengasuhan. Psikolog menemukan
bahwa orang tua yang sangat menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan dan
menolak semua kegagalan membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa
depan (Lumongga,2009).
3. Penyiksaan fisik dan seksual
Ketika kecil. Penyiksaan fisik atau seksual dapat membuat seseorang berisiko
terserang depresi berat sewaktu dewasa (Lumongga, 2009).
§
Penyakit
Jangka Panjang
Ketidaknyamanan,
ketidakmampuan, ketergantungan, dan ketidakamanan dapat membuat seseorang
cenderung menjadi depresi. Kebanyakan orang suka bertemu orang. Orang yang
sakit keras menjadi rentan terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam posisi di
mana mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan untuk melawan
depresi sudah habis untuk penyakit jangka panjang (Lumongga, 2009).
4.
Dampak Depresi
Dampak
depresi dalam kehidupan sehari-hari sangat mengganggu. Bahkan dampak depresi
bisa menyebabkan ketidakseimbangan fungsi bahkan malfungsi seseorang bagi
penderita depresi. Salah satu contoh dari dampak depresi adalah bunuh diri,
gangguan makan, gangguan pola tidur, gangguan adaptasi, gangguan terhadap
pekerjaan dan lain-lain.
Di bawah
ini akan dijelaskan dampak-dampak depresi secara lebih rinci.
§
Bunuh
Diri
Walaupun
banyak orang yang depresi yang tidak bunuh diri, depresi yang tidak ditangani
dapat meningkatkan resiko percobaan bunuh diri. Sangat sering bagi individu
yang mengalami depresi memiliki pikiran untuk bunuh diri (Lumongga, 2009).
Gangguan
Tidur : Insomnia dan Hypersomnia
Insomnia
atau kesulitan tidur bukanlah suatu penyakit, insomnia adalah cara tubuh
bereaksi terhadap stress, jumlah waktu tidur yang dibutuhkan oleh tiap orang
berbedabeda, kebanyakan orang dewasa memerlukan tidur delapan jam setiap malam,
jika kita tidak mendapatkan cukup tidur, kita akan merasa mengantuk di siang
harinya. Pola tidur berubah sesuai dengan usia, misalnya, orang yang lebih tua
tidur siang dan lebih sedikit di malam hari (Kusumawardhani, 2006)
§
Gangguan
dalam Hubungan
Sebagai
akibat dari depresi, seseorang cenderung mudah tersinggung, senantiasa sedih
sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain atau dalam situasi lain
menyalahkan orang lain, hal ini menyebabkan hubungan dengan orang lain menjadi
tidak baik (Lumongga, 2009).
§
Gangguan
dalam Pekerjaan
Pengaruh
depresi sangat terasa dalam kehidupan pekerjaan seseorang. Depresi meningkatkan
kemungkinan dipecat dan pendapatan yang lebih rendah. Depresi mengakibatkan
kerugian dalam produksi karena absenteisme ataupun performa yang sangat buruk.
Pekerja dengan depresi juga kehilangan lebih banyak waktu karena kesehatan yang
buruk daripada pekerja yang tidak mengalami depresi (Lumongga, 2009).
§
Gangguan
Pola Makan
Depresi
dapat menyebabkan gangguan pola makan dan gangguan pola makan dapat menyebabkan
depresi, pada orang yang menderita depresi terdapat dua kecenderungan umum
mengenai pola makan yang secara nyata mempengaruhi berat tubuh badan yaitu,
tidak selera makan dan keinginan makan-makanan yang manis bertambah. Beberapa
gangguan pola makan yang diakibatkan oleh depresi adalah bulimia nervosa,
anoreksia nervosa dan obesitas (Kusumawardhani, 2006).
§
Perilaku-perilaku
Merusak
Beberapa
perilaku yang merusak yang disebabkan oleh depresi menurut Lumongga (2009)
adalah:
1.
Agresivitas
dan kekerasan. Pada individu yang terkena depresi perilaku yang ditimbulkan
bukan hanya berbentuk kesedihan, namun bisa juga dalam bentuk mudah tersinggung
dan agresif. Perilaku agresif lebih cenderung ditunjukan oleh individu pria
yang mengalami depresi. Hal ini karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron
yang mempengaruhi perilaku, testosterone mempengaruhi perilaku pria. Perilaku
menjadi berbahaya dan dapat berakibat melukai orang yang dicintai, dan juga
diri sendiri. Pada kasus yang ekstrem, agresi yang meningkat dapat menyebabkan
tindak pembunuhan. Namun walaupun lebih banyak agresivitas oleh pria, wanita
yang serius, misalnya merusak barang-barang bahkan melukai dan membunuh anaknya
sendiri.
2.
Penggunaan
Alkohol dan Obat-obatan Terlarang. Telah diketahui bahwa penggunaan alkohol dan
obatobatan terlarang pada remaja selain karena pengaruh teman kelompok,
motivasi dari diri individu untuk menggunakan alkohol dan obatobatan terlarang
dapat disebakan oleh keadaan depresi sebagai cara untuk mencari pelepasan
sementara keadaan yang tidak menyenangkan.
3.
Perilaku
Merokok. Penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara emosi negative yang
ditimbulkan oleh depresi dengan frekuensi merokok. Seseorang yang mengalami
depresi merokok lebih banyak dari biasanya. Telah diketahui bahwa beberapa zat
kimia dari rokok dapat meredakan stress untuk sementara sehingga merokok bagi
beberapa orang dianggap dapat menanggulangi stress.
5.
Penanggulangan Depresi
Setiap
orang yang mengalami depresi pastinya tidak akan sadar bahwa dirinya tengah
mengalami depresi khususnya pada depresi ringan sampai sedang. Hal ini
dikarenakan gejala depresi pada tahap awal yang memang tak terlalu mencolok dan
tak akan mudah kita ketahui. Saat depresi sudah menjadi lebih berat, maka saat
itulah biasanya baru kita menyadarinya dan kita akan menemui dokter untuk
mendapatkan cara mengatasi depresi yang kita alami. Pada sebagian besar kasus,
dokter akan memberikan resep antidepresan. Tetapi bila kita yang sedang
mengalami depresi tidak ingin mengonsumsi obat-obatan, kita dapat melakukan
sejumlah cara menangani depresi tanpa obat. Beberapa terapi atau latihan
berikut ini akan membantu kita dalam mengatasi depresi dengan hasil yang cukup
signifikan :
§
Olahraga
Cara
yang satu ini bisa membuat depresi yang kita alami menjadi lebih reda. Cara
kerjanya adalah dengan mempengaruhi pengeluaran bahan-bahan kimia otak yang
bisa mengatur suasana hati, yakni serotonin serta norepinefrin. Cara ini juga
bisa melepaskan endorphin yang mengakibatkan perasaan “fly” untuk sejumlah
atlet pelari.
§
Terapi
cahaya
Caranya
adalah kita harus duduk di dekat sebuah kotak yang memiliki cahaya sangat
terang seperti halnya cahaya dari luar. Terapi ini pada umumnya dilakukan
kurang lebih 15 menit dan bisa meningkat sampai 2 jam tiap harinya. Waktu yang
kita butuhkan tergantung kepada seberapa parah tingkat gejala dan juga
intensitas cahaya yang ditentukan oleh dokter. Namun, cara ini tak bisa membuat
depresi kita sembuh, hanya bisa untuk membuat gejalanya lebih ringan saja.
§
Teknik
Akupuntur
Sejauh
ini memang tak pernah ada data yang bisa membuktikan bahwa teknik ini sanggup
mengurangi tingkat depresi, akan tetapi dalam sejumlah penelitian
memperlihatkan hal itu mungkin saja terjadi. Sebuah penelitian kecil kepada
sebanyak 33 orang wanita yang mengalami depresi mendapatkan sebanyak 64 persen
dari keseluruhan subjek mengalami perbaikan gejala usai mendapatkan perlakuan
akupuntur ini, dibandingkan dengan sebanyak 27 persen di kelompok yang tak
memperoleh teknik ini.
§
Meditasi
Sebuah
penelitian membuktikan bahwa meditasi memiliki peran yang penting untuk
mencegah depresi kambuh kembali. Penelitian ini dikonsentrasikan kepada
kesadaran berbasis terapi kognitif yang menggabungkan meditasi tradisional
dengan sebuah pendekatan perilaku kognitif.
§
Yoga
Sebuah
penelitian telah mampu memperlihatkan bahwa latihan yoga ini bisa mengurangi
tingkat stress, kecemasan, permusuhan, depresi, meningkatkan kualitas tidur,
energy, dan juga kesejahteraan. Walaupun tak terlalu banyak penelitian yang
ditujukan kepada depresi ini, namun yoga memang sudah terbukti bisa dijadikan
sebagai sebuah alat sederhana dan juga memiliki resiko rendah guna mengatasi
depresi yang berat sekalipun.
Daftar Pustaka