Ando Jefri

Senin, 08 Juli 2013

DEPRESI

DEPRESI
1.      Definisi
Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.
Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
§  Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
§  Faktor psikologis karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi social
§  Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika: A. Lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang; sekurangnya salah satu gejala harus (1) emosi depresi atau (2) kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
1.       Keadaan emosi depresi/tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
2.       Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
3.       Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
4.       Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
5.       Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
6.       Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
7.       Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
8.       Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
9.       Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri
Gejala-gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan jiwa yang cukup besar dan signifikan sehingga menyebabkan gangguan nyata dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau area penting dalam kehidupan seseorang.
Cara menanggulangi depresi berbeda-beda sesuai dengan keadaan pasien, namun biasanya merupakan gabungan dari farmakoterapi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat membantu dalam penyembuhan.
2.      Jenis-Jenis Depresi
Jenis-jenis depresi dapat digolongkan kedalam beberapa jenis. Jenis depresi diklasifikasikan berdasarkan penyebab depresi. Penggolongan atau klasifikasi depresi hingga saat ini diakui masih sukar diterima kalangan psikiater. Depresi dikenal sebagai sindroma yang secara klinik heterogen, dalam arti tidak terdapat satu cara kasifikasi untuk penggolongan depresi yang diterima secara universal.
Menurut Lumongga (2009) ada beberapa jenis-jenis depresi, seperti yang akan di jelaskan di bawah ini.
A.     Depresi Berdasarkan Tingkat Penyakit:
Menurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia “World Health Organization” (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, depresi menjadi:
1.       Mild depression/minor depression dan dysthymic disorder. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressfull yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depersi jenis ini. Minor depression ditandai dengan adanya dua gejala pada depressive episode namun tidak lebih dari lima gejala depresi muncul selama dua minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena pengaruh obatan-obatan atau penyakit. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan Minor Depression ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Gejala depresi ringan ada gangguan distimia dirasakan minimal dalam jangka waktu dua tahun.
2.       Moderate Depression. Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya.
3.       Severe depression/major depression. Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Deperesi ini dapat muncul sekali atau dua kali dan beberapa kali selama hdup. Major depression ditandai dengan adanya lima atau lebih simtom yang ditunjukan dalam major depressive episode dan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.

B.     Depresi Berdasarkan Klasifikasi Nosologi:
Kasifiasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh World Health Organization (WHO). Menentukan suatu kasus depresi pada kategori nosologi yang tepat merupakan hal yang penting. Untuk mencapai hal itu diperlukan penilaian yang menyeluruh dari semua fakta yang diperoleh dari eksplorasi keadaan psikologisnya. Dan tidak kurang pentingnya adalah yang disebut miieu situation seperti hubungan penderita dengan lingkungan di mana dia tinggal dan ekerja (Lumongga, 2009).
Jenis-jenis depresi menurut World Health Organization (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, dibagi menjadi depresi psikogenik, depresi endogenik dan depresi somatogenik.
C.     Jenis-jenis depresi menurut WHO berdasarkan tingkat penyakit adalah di bawah ini:
§  Depresi Psikogenik
Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat adanya kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stress berat.
Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi:
1.       Depresi reaktif. Merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan mood depresi yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agtasi. Dan yang ditimbukan sebagai reaksi dari suatu pengalaman hidup yang menyedihkan. Dibandingan dengan kesedihan biasa, depresi ini lebih mendalam berlangsung lama tetapi jarang melampaui beberapa minggu.
2.       Exhaustion depression. Merupakan depresi yang ditimbulkan setelah bertahun-bertahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarutlarut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan.
3.       Depresi neurotic. Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita. Proses represi baik yang sebagian maupun yang seluruhnya dari konfik-konflik tadi merupakan sumber kesulitan yang menetap dan potensial bagi timbulnya depresi di kemudian hari. Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak adanya gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering mimpi buruk, dan enuresis. Juga gejala jasmaniah seperti banyak berkeringat, gemetar, berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan spasm

§  Depresi Endogenik
Depresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik tertentu, tetap bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis, kebanyakan depresi endogen berupa suatu depresi unipolar.
§  Depresi Somatogenik
Pada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe:
1.       Depresi organic. Disebabkan oleh perubahan perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senelis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain. Gejala-gejalanya dapat berupa kekosongan emosional disertai ide-ide hipokondrik. Biasanya disertai dengan suatu psychosyndrome akibat kelainan lokal atau difusi di otak dengan gejala kerusakan short term memory, disorientasi waktu, tempat, dan situasi disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu.
2.       Depresi simptomatik. Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit jasmaniah seperti Penyakit infeksi (hepatitis, influenza, pneumonia), Penyakit endokrin (diabetes mellitus, hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan, Pengobatan jangka panjang dengan obat-obatan antihipertensi, Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang.

3.      Penyebab Depresi
Banyak faktor penyebab depresi yang bisa di jelaskan secara ilmiah. Tetapi, faktor-faktor penyebab depresi tersebut biasanya tidak langsung menyebabkan gangguan terhadap penderitanya, tetapi faktor penyebab tersebut menjadi bahaya laten, yang akan muncul dikemudian hari jika terjadi sesuatu yang bisa menjadi faktor pemicunya.
Gangguan depresi pada umumnya dicetuskan oleh peristiwa hidup tertentu. Kenyataannya peristiwa hidup tersebut tidak selalu diikuti depresi, hal ini mungkin disebabkan karena ada faktor-faktor lain yang ikut berperan mengubah atau mempengaruhi hubungan tersebut (Lumongga, 2009).
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab depresi dibagi menjadi faktor fisik dan faktor psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan secara rinci faktor-faktor penyebab depresi tersebut.
A.     FAKTOR FISIK
Faktor fisik penyebab depresi terdiri dari:
§  Faktor Genetik
Seseorang yang dalam kelurganya diketahui menderita depresi berat memiliki risiko lebih besar menderita gangguan depresi daripada masyarakat pada umumnya. Gen (kode biologis yang diwariskan dari orang tua) berpengaruh dalam terjadinya depresi tetapi ada banyak gen di dalam tubuh kita dan tidak ada seorangpun peneliti yang mengetahui secara pasti bagaimana gen bekerja dan tidak ada bukti langsung bahwa penyakit depresi yang disebabkan oleh faktor keturunan (McKenzie, 1999).
Pengaruh gen lebih penting pada depresi berat daripada depersi ringan dan lebih penting pada indvidu muda yang menderita depresi daripada individu yang lebih tua. Gen lebih berpengaruh pada orang-orang yang punya periode di mana mood mereka tinggi dan mood rendah atau gangguan bipolar. Tidak semua orang biasa terkena depresi, bahkan ada depresi dalam keluarga, biasanya diperlukan suatu kejadian hidup yang memicu terjadinya depresi (Kendler, 1992).
§  Susunan Kimia Otak dan Tubuh
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memegang peranan yang besar dalam mengendalikan emosi kita. Pada orang depresi ditemukan adanya perubahan dalam jumlah bahan kimia tersebut. Hormon noradrenalin yang memegang peranan utama dalam mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada wanita, perubahan hormone dihubungkan dengan kelahiran anak dan menopause juga data meningkatkan risiko terjadinya depresi (McKenzie, 1999).
§  Faktor Usia
Berbagai penelitan mengungkapkan bahwa golongan usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak terkena depresi. Hal ini dapat terjadi karena pada usia tersebut terdapat tahaptahap serta tugas perkembangan yang penting, yaitu peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja, remaja ke dewasa, masa sekolah ke masa kuliah atau bekerja, serta masa pubertas ke masa pernikahan. Namun sekarang ini usia rata-rata penderita depresi semakin menurun yang menunjukan bahwa remaja dan anak-anak semakin banyak yang terkena depresi. Survey masyarakat terakhir melaporkan prevalensi yang tinggi dari gejala-gejala depersi pada golongan usia dengan dewasa muda 18-44 tahun (Wikinson, 1995).
§  Gender
Adanya perubahan hormonal dalam siklus menstruasi yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dan juga menopause yang membuat wanita lebih rentan menjadi depresi. Penelitan Angold (1998) menunjukan bahwa periode meningkatkan risiko deresi pada wanita terjadi ketika masa pertengahan pubertas. Data yang dihimpun oleh World Bank menyebutkan prevalensi terjadinya depresi sekitar 30% terjadi pada wanita dan 12,6% dialami oleh pria (Desjarlis, 1995).
Radloff dan Rae (1979) berpendapat bahwa adanya perbedaan tingkat depresi pada pria dan wanita lebih ditentukan oleh factor biologis dan lingkungan, yaitu adanya perubahan peran sosial sehingga menimbulkan berbagai konflik serta membutuhkan penyesuaian diri yang lebih intens, adanya kondisi yang penuh stressor bagi kaum wanita, misalnya penghasilan dan tingkat pendidikan yang rendah dibandingkan pria, serta adanya perbedaan fisiolog dan hormonal disbanding pria, seperti masalah reproduksi serta berbagai perubahan hormone yang dialami wanita sesuai kodratnya. Lebih jauh lagi jumlah wanita tercatat mengalami depersi biasa juga disebabkan oleh pola komunikasinya.
Menurut Pease dan Pease (2001), pola komunikasi wanita berbeda dengan pria. Jika seorang wanita mendapatkan masalah, maka wanita tersebut ingin mengkomunikasikannya dengan orang lain dan memerlukan dukungan atau bantuan orang lain, sedangkan pria cenderung untuk memikirkan masalahnya, pria juga jarang menunjukan emosinya sehingga kasus depresi ringan dan sedang pada pria jarang diketahui
§  Gaya Hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga dapat memicu kecemasan dan depresi. Tingginya tingkat stress dan kecemasan digabung dengan makanan yang tidak sehat dan kebiasaan tidur serta olahraga untuk jangka waktu yang lama dapat menjadi faktor beberapa orang mengalami depresi (lumongga, 2009). Penelitian menunjukan bahwa kecemasan dan depresi berhubungan dengan gaya hidup yang tidak sehat pada pasien berisiko jantung. Gaya hidup yang tidak sehat misalnya tidur tidak teratur, makan tidak teratur, mengkonsumsi jenis makanan fast food atau makanan yang mengandung perasa, pengawet dan perwarna buatan, kurang berolahraga, merokok dan minum-minuman keras (Hendranata, 2004).
§  Penyakit fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan penyakit. Perasaan terkejut karena mengetahui kita memiliki penyakit serius dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan penghargaan diri juga depresi, alasan terjadinya cukup kompleks (Ebrahim, 1987).
§  Obat-obatan
Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat menyebabkan depersi. Namun bukan berarti obat tersebut menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat lebih berbahaya daripada depresi.
Menurut McKenzie (1999) ada beberapa obat yang menyebabkan depresi yaitu:
1.       Tablet antieplipsy
2.       Obat anti tekanan darah tinggi
3.       Obat antimalaria-melfloquine (lariam)
4.       Obat antiparkinson
5.       Obat kemotrapi
6.       Pil kontrasepsi
7.       Digitalis
8.       Diuretic (jantung dan tekanan darah tinggi)
9.       Interferon-alfa (hepatitis c)
10.   Obat penenang
11.   Terapi steroid

§  Obat-obatan terlarang
Obat-obatan terlarang telah terbukti dapat menyebabkan depresi karena mempengaruhi kimia dalam otak dan menimbukan ketergantungan. Menurut Brees (2008) di antara obatobatan terlarang yang menyebabkan depresi seperti mariyuana, heroin, kokain, ekstasi, sabu-sabu.
§  Kurang Cahaya Matahari
Kebanyakan orang merasa lebih baik di bawah sinar matahari daripada hari mendung, tetapi hal ini sangat berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective disorder (SAD). SAD berhubungan dengan tingkat hormon yang disebut melatonin yang dilepaskan dari kelenjar pineal ke otak. Pelepasannya sensitifnya terhadap cahaya yaitu memberikan cahaya sebesar 10.000 luc kadang-kadang efektif menghilangkan simtom dari seasonal affective disorder, empat jam terkena cahaya terang dalam sehari dapat mengurangi seresi dalam waktu seminggu (Ebrahim, 1987).

B.     FAKTOR PSIKOLOGIS
Ada beberapa faktor psikologis penyebab depresi yaitu:
§  Kepribadian
Aspek-aspek kepribadian ikut mempengaruhi tinggi rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap depresi. Ada indvidu-individu yang lebih rentan terhadap depresi yaitu mempunyai konsep diri serta pola pikir yang negatif, pesimis, juga tipe kepribadian introvert (Retnowati, 1990). Tampaknya ada hubungan antara karakteristik kepribadian tertentu dengan depresi.
Menurut Gordon (dalam Lumongga, 2009), seseorang yang menunjukan hal-hal berikut memiliki risiko terkena depresi:
1.       Mengalami kecemasan tingkat tinggi, seorang pencemas atau mudah terpengaruh
2.       Seorang pemalu atau minder
3.       Seseorang yang suka mengkritik diri sendiri atau memiliki harga diri yang rendah
4.       Seseorang yang hipersensitif
5.       Seseorang yang perfeksionis
6.       Seseorang dengan gaya memusatkan perhatian pada diri sendiri (self-focused).

§  Pola Pikir
Beck (1980) mengatakan gambaran pola pemikiran yang umum pada depresi dan dipercaya membuat seseorang rentan terkena depresi. Seseorang yang merasa negatif mengenai diri sendiri rentan terkena depresi.
§  Harga Diri (self-esteem)
Harga diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perilaku individu. Setiap orang menginginkan penghargaan diri positif terhadap dirinya, sehingga seseorang akan merasa dirinya berguna atau berarti bagi orang lain meskipun dirinya memiliki kelemahan mental dan fisik. Terpenuhinya keperluan penghargaan diri aan menghasikan sikap dan rasa percaya diri, rasa kuat menghadapi sakit, rasa damai, namun sebaiknya apabila keperluan penghargaan diri ini tidak terpenuhi, maka akan membuat seseorang individu mempunyai mentalmental lemah dan berpikir negatif sehingga cenderung terkena depresi (Maslow dalam Petri, 2004).
§  Stres
Kematian orang dicintai, kehilangan pekerjaan, pindah rumah, atau stress berat yang lain dianggap dapat menyebabkan depresi (lumongga, 2009). Orang yang depresi dapat merasa sangat negative dan cenderung mengingat dan melaporkan halhal negativ begitu pula dampak suatu peristiwa terhadap seseorang sulit diramalkan, beberapa orang lebih mampu menanggulangi stress daripada yang lain dan apa yang membuat stress seseorang belum tentu menganggu yang lain (Mckenzie, 1999).

§  Lingkungan Keluarga
Ada beberapa penyebabnya yaitu:
1.       Kehilangan orang tua ketika masih anak-anak. Ada bukti bahwa indivdu yang kehilangan ibu mereka ketika muda memiliki risiko lebih besar terserang depresi. Kehilangan yang besar ini akan membekas secara psikologis dan membuat seseorang lebih mudah terserang depresi tetapi, di satu sisi, mungkn saja membuat orang lebih tabah. Akibat psikologis, sosial, dan keuangan yang ditimbulkan oleh kehilangan orang tua yang lebih penting daripada kehilangan itu sendiri (Lumongga, 2009).
2.       Jenis Pengasuhan. Psikolog menemukan bahwa orang tua yang sangat menuntut dan kritis, yang menghargai kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak-anak lebih mudah terserang depresi di masa depan (Lumongga,2009).
3.       Penyiksaan fisik dan seksual Ketika kecil. Penyiksaan fisik atau seksual dapat membuat seseorang berisiko terserang depresi berat sewaktu dewasa (Lumongga, 2009).

§  Penyakit Jangka Panjang
Ketidaknyamanan, ketidakmampuan, ketergantungan, dan ketidakamanan dapat membuat seseorang cenderung menjadi depresi. Kebanyakan orang suka bertemu orang. Orang yang sakit keras menjadi rentan terhadap depresi saat mereka dipaksa dalam posisi di mana mereka tidak berdaya atau karena energi yang mereka perlukan untuk melawan depresi sudah habis untuk penyakit jangka panjang (Lumongga, 2009).

4.      Dampak Depresi
Dampak depresi dalam kehidupan sehari-hari sangat mengganggu. Bahkan dampak depresi bisa menyebabkan ketidakseimbangan fungsi bahkan malfungsi seseorang bagi penderita depresi. Salah satu contoh dari dampak depresi adalah bunuh diri, gangguan makan, gangguan pola tidur, gangguan adaptasi, gangguan terhadap pekerjaan dan lain-lain.
Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak depresi secara lebih rinci.
§  Bunuh Diri
Walaupun banyak orang yang depresi yang tidak bunuh diri, depresi yang tidak ditangani dapat meningkatkan resiko percobaan bunuh diri. Sangat sering bagi individu yang mengalami depresi memiliki pikiran untuk bunuh diri (Lumongga, 2009).
Gangguan Tidur : Insomnia dan Hypersomnia
Insomnia atau kesulitan tidur bukanlah suatu penyakit, insomnia adalah cara tubuh bereaksi terhadap stress, jumlah waktu tidur yang dibutuhkan oleh tiap orang berbedabeda, kebanyakan orang dewasa memerlukan tidur delapan jam setiap malam, jika kita tidak mendapatkan cukup tidur, kita akan merasa mengantuk di siang harinya. Pola tidur berubah sesuai dengan usia, misalnya, orang yang lebih tua tidur siang dan lebih sedikit di malam hari (Kusumawardhani, 2006)
§  Gangguan dalam Hubungan
Sebagai akibat dari depresi, seseorang cenderung mudah tersinggung, senantiasa sedih sehingga lebih banyak menjauhkan diri dari orang lain atau dalam situasi lain menyalahkan orang lain, hal ini menyebabkan hubungan dengan orang lain menjadi tidak baik (Lumongga, 2009).
§  Gangguan dalam Pekerjaan
Pengaruh depresi sangat terasa dalam kehidupan pekerjaan seseorang. Depresi meningkatkan kemungkinan dipecat dan pendapatan yang lebih rendah. Depresi mengakibatkan kerugian dalam produksi karena absenteisme ataupun performa yang sangat buruk. Pekerja dengan depresi juga kehilangan lebih banyak waktu karena kesehatan yang buruk daripada pekerja yang tidak mengalami depresi (Lumongga, 2009).
§  Gangguan Pola Makan
Depresi dapat menyebabkan gangguan pola makan dan gangguan pola makan dapat menyebabkan depresi, pada orang yang menderita depresi terdapat dua kecenderungan umum mengenai pola makan yang secara nyata mempengaruhi berat tubuh badan yaitu, tidak selera makan dan keinginan makan-makanan yang manis bertambah. Beberapa gangguan pola makan yang diakibatkan oleh depresi adalah bulimia nervosa, anoreksia nervosa dan obesitas (Kusumawardhani, 2006).
§  Perilaku-perilaku Merusak
Beberapa perilaku yang merusak yang disebabkan oleh depresi menurut Lumongga (2009) adalah:
1.       Agresivitas dan kekerasan. Pada individu yang terkena depresi perilaku yang ditimbulkan bukan hanya berbentuk kesedihan, namun bisa juga dalam bentuk mudah tersinggung dan agresif. Perilaku agresif lebih cenderung ditunjukan oleh individu pria yang mengalami depresi. Hal ini karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang mempengaruhi perilaku, testosterone mempengaruhi perilaku pria. Perilaku menjadi berbahaya dan dapat berakibat melukai orang yang dicintai, dan juga diri sendiri. Pada kasus yang ekstrem, agresi yang meningkat dapat menyebabkan tindak pembunuhan. Namun walaupun lebih banyak agresivitas oleh pria, wanita yang serius, misalnya merusak barang-barang bahkan melukai dan membunuh anaknya sendiri.
2.       Penggunaan Alkohol dan Obat-obatan Terlarang. Telah diketahui bahwa penggunaan alkohol dan obatobatan terlarang pada remaja selain karena pengaruh teman kelompok, motivasi dari diri individu untuk menggunakan alkohol dan obatobatan terlarang dapat disebakan oleh keadaan depresi sebagai cara untuk mencari pelepasan sementara keadaan yang tidak menyenangkan.
3.       Perilaku Merokok. Penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara emosi negative yang ditimbulkan oleh depresi dengan frekuensi merokok. Seseorang yang mengalami depresi merokok lebih banyak dari biasanya. Telah diketahui bahwa beberapa zat kimia dari rokok dapat meredakan stress untuk sementara sehingga merokok bagi beberapa orang dianggap dapat menanggulangi stress.

5.      Penanggulangan Depresi
Setiap orang yang mengalami depresi pastinya tidak akan sadar bahwa dirinya tengah mengalami depresi khususnya pada depresi ringan sampai sedang. Hal ini dikarenakan gejala depresi pada tahap awal yang memang tak terlalu mencolok dan tak akan mudah kita ketahui. Saat depresi sudah menjadi lebih berat, maka saat itulah biasanya baru kita menyadarinya dan kita akan menemui dokter untuk mendapatkan cara mengatasi depresi yang kita alami. Pada sebagian besar kasus, dokter akan memberikan resep antidepresan. Tetapi bila kita yang sedang mengalami depresi tidak ingin mengonsumsi obat-obatan, kita dapat melakukan sejumlah cara menangani depresi tanpa obat. Beberapa terapi atau latihan berikut ini akan membantu kita dalam mengatasi depresi dengan hasil yang cukup signifikan :
§  Olahraga
Cara yang satu ini bisa membuat depresi yang kita alami menjadi lebih reda. Cara kerjanya adalah dengan mempengaruhi pengeluaran bahan-bahan kimia otak yang bisa mengatur suasana hati, yakni serotonin serta norepinefrin. Cara ini juga bisa melepaskan endorphin yang mengakibatkan perasaan “fly” untuk sejumlah atlet pelari.
§  Terapi cahaya
Caranya adalah kita harus duduk di dekat sebuah kotak yang memiliki cahaya sangat terang seperti halnya cahaya dari luar. Terapi ini pada umumnya dilakukan kurang lebih 15 menit dan bisa meningkat sampai 2 jam tiap harinya. Waktu yang kita butuhkan tergantung kepada seberapa parah tingkat gejala dan juga intensitas cahaya yang ditentukan oleh dokter. Namun, cara ini tak bisa membuat depresi kita sembuh, hanya bisa untuk membuat gejalanya lebih ringan saja.
§  Teknik Akupuntur
Sejauh ini memang tak pernah ada data yang bisa membuktikan bahwa teknik ini sanggup mengurangi tingkat depresi, akan tetapi dalam sejumlah penelitian memperlihatkan hal itu mungkin saja terjadi. Sebuah penelitian kecil kepada sebanyak 33 orang wanita yang mengalami depresi mendapatkan sebanyak 64 persen dari keseluruhan subjek mengalami perbaikan gejala usai mendapatkan perlakuan akupuntur ini, dibandingkan dengan sebanyak 27 persen di kelompok yang tak memperoleh teknik ini.
§  Meditasi
Sebuah penelitian membuktikan bahwa meditasi memiliki peran yang penting untuk mencegah depresi kambuh kembali. Penelitian ini dikonsentrasikan kepada kesadaran berbasis terapi kognitif yang menggabungkan meditasi tradisional dengan sebuah pendekatan perilaku kognitif.
§  Yoga
Sebuah penelitian telah mampu memperlihatkan bahwa latihan yoga ini bisa mengurangi tingkat stress, kecemasan, permusuhan, depresi, meningkatkan kualitas tidur, energy, dan juga kesejahteraan. Walaupun tak terlalu banyak penelitian yang ditujukan kepada depresi ini, namun yoga memang sudah terbukti bisa dijadikan sebagai sebuah alat sederhana dan juga memiliki resiko rendah guna mengatasi depresi yang berat sekalipun.


Daftar Pustaka


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda